Bahasa Gaul: Keren atau Justru Bikin Bingung?

Bahasa Gaul: Keren atau Justru Bikin Bingung?


Penulis : Syuzha Sewagati Wagindra


Indoaktual, Yogyakarta, Bahasa gaul alias slang sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari anak muda. Mulai dari obrolan di WhatsApp, tweet di Twitter, sampai komentar di Instagram, semua dipenuhi dengan kata-kata yang mungkin bikin generasi lebih tua bertanya-tanya: "Apa sih artinya?"

Kita pasti sering banget denger kata-kata seperti "gengs", "baper", "mager", "curhat", atau "vibe". Bahkan, nggak cuma itu, anak muda sekarang juga suka banget pake kata-kata yang dibalik. Misalnya, "yuk" jadi "kuy", atau "bisa" jadi "sabi". Apakah ini cuma sekadar tren yang bakal hilang begitu saja? Atau sebenarnya ada sesuatu yang lebih dalam dari penggunaan bahasa gaul?

Simbol Identitas Anak Muda

Bahasa gaul bisa dibilang lebih dari sekadar cara bicara. Ini adalah cara untuk menunjukkan identitas, terutama di kalangan anak muda yang aktif di media sosial. Setiap generasi punya cara unik untuk mengekspresikan diri, dan bahasa gaul adalah bahasa yang mudah diakses, fleksibel, dan cepat.

Dari sisi kreativitas, bahasa gaul memberikan kebebasan berekspresi. Kata-kata baru muncul hampir setiap hari, dan yang paling menarik, kebanyakan dari kata-kata tersebut nggak perlu mengikuti aturan bahasa yang baku. Misalnya, kata "baper" (bawa perasaan) mungkin nggak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tapi sudah banyak dipakai oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Dan, anehnya, itu malah bikin komunikasi terasa lebih seru dan santai. (Candra Dewi et al., 2023)

Dampak Positif dan Negatif Bahasa Gaul

Namun, ada pro dan kontra dalam penggunaan bahasa gaul yang bisa dibilang cukup berlebihan. Di satu sisi, bahasa gaul memang menunjukkan kreativitas yang tinggi dan mampu menghubungkan orang-orang dari berbagai kalangan. Di sisi lain, terlalu sering menggunakan bahasa gaul bisa membuat seseorang kesulitan berkomunikasi dalam konteks yang lebih formal.

Bahasa gaul, meskipun dapat memperkaya cara berkomunikasi, juga bisa merusak pemahaman anak muda terhadap bahasa Indonesia yang benar. Penggunaan slang yang berlebihan di media sosial, misalnya, bisa membuat mereka kehilangan kemampuan untuk berbicara atau menulis dengan bahasa yang lebih baku dan jelas.

Selain itu, bahasa gaul dapat mencerminkan keakraban dan dinamika sosial, jika digunakan berlebihan dalam konteks yang tidak tepat, bahasa gaul bisa mempengaruhi persepsi orang terhadap profesionalisme atau kemampuan komunikasi seseorang. Hal ini terutama terlihat dalam dunia akademik atau pekerjaan, di mana bahasa yang lebih formal dibutuhkan untuk menunjukkan keseriusan dan kredibilitas. (Permata, n.d.)

Tapi, apa sebenarnya yang harus kita lakukan dengan bahasa gaul ini? Apakah kita harus sepenuhnya menolaknya, atau justru menerima dan menggunakannya lebih bijak? 

Menyeimbangkan Bahasa Gaul dan Bahasa Baku

Sebagai generasi muda, kita perlu pintar-pintar menyeimbangkan penggunaan bahasa gaul dengan bahasa yang lebih formal, apalagi kalau berhadapan dengan situasi resmi. Nggak bisa dipungkiri, bahasa gaul sudah jadi bagian dari budaya anak muda, tapi kita juga harus ingat bahwa bahasa Indonesia yang baku tetap penting dalam komunikasi yang lebih formal, terutama dalam dunia kerja atau akademis.

Dalam keseharian, kita bisa bebas menggunakan bahasa gaul selama konteksnya tepat. Tapi, di dunia profesional atau saat berinteraksi dengan orang yang lebih tua, sebaiknya kita lebih berhati-hati dalam memilih kata. (Fransori et al., 2023)

Kesimpulannya, bahasa gaul itu keren, tapi harus tetap tahu tempat dan waktu penggunaannya. Gak perlu takut buat tetap eksis dengan kata-kata keren, tapi jangan sampai bikin komunikasi jadi nggak jelas atau malah salah paham. Dengan begitu, kita bisa jadi generasi muda yang nggak cuma gaul, tapi juga paham pentingnya bahasa yang tepat di tiap kesempatan.

DAFTAR PUSTAKA  

Candra Dewi, A., Andrian Saputra, G., Ain, N., & Rifki, A. (2023). Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja. Nusantara Journal of Multidisciplinary Science1(5). https://jurnal.intekom.id/index.php/njms

Fransori, A., Irwansyah, N., & Parwis, F. Y. (2023). Pemertahanan Bahasa dan Budaya pada Masyarakat di Era Literasi Digital. Journal on Education05(02), 4410–4420.

Permata, O. (n.d.). Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Eksistensi Bahasa Indonesia Dikalangan Mahasiswa. Humaniora Dan Seni (JISHS)01(4), 724–729. http://jurnal.minartis.com/index.php/jishs

 

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال