Bahasa Indonesia vs Tren Media Sosial: Siapa yang menang? |
Penulis : Shaira Kayla Ferdy
Indoaktual, Yogyakarta, Bahasa adalah cerminan budaya dan karakter suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, Bahasa Indonesia berperan sebagai perekat yang mempersatukan keragaman suku, budaya, dan adat istiadat. Namun, di tengah kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial, muncul tantangan besar bagi Bahasa Indonesia. Media sosial, yang pada awalnya diharapkan menjadi ruang untuk memperkaya interaksi, justru memunculkan fenomena degradasi penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, terutama generasi muda. Platform ini menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi dan mengekspresikan diri. Namun, sifat media sosial yang serba instan dan terbatas karakter mendorong pengguna untuk menyederhanakan bahasa mereka. Akibatnya, muncul tren penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Contohnya, frasa-frasa seperti “ntar gw chat lu ya” atau “udah kuy gas” menjadi lebih lazim dibandingkan dengan “nanti saya hubungi kamu” atau “ayo kita mulai.” Pola bahasa seperti ini memang terasa santai dan akrab, tetapi jika terus-menerus digunakan, kemampuan berbahasa yang formal dan struktural akan semakin terpinggirkan.
Tidak hanya itu, Salah satu faktor utama yang menyebabkan kepudaran Bahasa Indonesia adalah maraknya penggunaan bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Dalam era globalisasi, penguasaan
Bahasa Inggris dianggap sebagai kunci untuk membuka peluang kerja, pendidikan internasional, dan koneksi global. Akibatnya, Bahasa Inggris menjadi lebih diprioritaskan dalam banyak aspek kehidupan. Dalam percakapan sehari-hari, istilah-istilah asing seperti "deadline," "meeting," atau "update" lebih sering digunakan dibandingkan padanan kata dalam Bahasa Indonesia, seperti "batas waktu," "rapat," atau "pembaruan."
Salah satu tantangan terbesar dalam mempertahankan Bahasa Indonesia adalah minimnya kesadaran pengguna media sosial terhadap pentingnya berbahasa yang baik. Generasi muda cenderung menganggap Bahasa Indonesia yang baku sebagai sesuatu yang kaku dan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, kebiasaan menggunakan bahasa informal atau campuran menjadi semakin mengakar.
Selain itu, kurangnya pengawasan terhadap konten-konten yang beredar di media sosial juga memperburuk situasi. Banyak kreator konten yang tidak mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia yang benar, sehingga audiens mereka ikut terbawa oleh kebiasaan tersebut. Bahkan, fenomena ini dapat memengaruhi penulisan formal, seperti tugas akademik atau laporan kerja, yang sering kali mengadopsi gaya bahasa informal.
Meski tantangan ini cukup kompleks, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menjaga dan melestarikan Bahasa Indonesia di era media sosial. Pertama, pemerintah dan lembaga pendidikan perlu menggalakkan kampanye penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya di media sosial. Kampanye ini bisa dilakukan melalui konten kreatif seperti video, infografis, atau tantangan viral yang menarik perhatian generasi muda.
Para kreator konten dan figur publik harus menjadi teladan dalam berbahasa. Sebagai tokoh yang memiliki pengaruh besar, mereka dapat memanfaatkan popularitas mereka untuk mempromosikan penggunaan Bahasa Indonesia secara benar tanpa kehilangan kesan santai atau relevan.
Penting untuk menciptakan ruang digital yang mendorong diskusi menggunakan Bahasa Indonesia secara baik. Misalnya, platform diskusi berbasis komunitas dapat menjadi sarana untuk mengedukasi pengguna media sosial tentang pentingnya menjaga bahasa sebagai bagian dari identitas bangsa.
Media sosial adalah pedang bermata dua bagi perkembangan Bahasa Indonesia. Di satu sisi, ia bisa menjadi alat untuk memperluas cakupan penggunaan Bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain, ia juga menjadi tantangan besar karena mendorong degradasi kaidah berbahasa. Oleh karena itu, tanggung jawab untuk menjaga Bahasa Indonesia tidak hanya ada pada pemerintah, tetapi juga pada masyarakat, terutama generasi muda.
Bahasa Indonesia adalah warisan bangsa yang harus dijaga. Dalam menghadapi era digital yang serba cepat, penting bagi kita untuk terus menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar, sekaligus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan begitu, Bahasa Indonesia tidak hanya tetap relevan, tetapi juga menjadi kebanggaan yang memperkuat identitas bangsa di kancah global.