Keberlangsungan Bahasa Daerah di Desa Tertinggal |
Indoaktual, Yogyakarta, Di era globalisasi yang semakin maju ini, di mana bahasa asing begitu kokoh (dominan), menarik untuk kita amati fenomena unik di masyarakat pedesaan, yaitu kenyamanan mereka dalam menggunakan bahasa daerah. Konon katanya kemajuan teknologi dan informasi menjangkau hampir seluruh penjuru dunia, tapi faktanya banyak desa terpencil yang tetap menggunakan bahasa daerah sebagai sarana komunikasi utama. Fenomena ini patut dikaji lebih dalam, mengingat berbagai faktor yang mempengaruhinya.
1. Banyaknya Jumlah Desa Tertinggal
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2021 jumlah desa tertinggal di Indonesia masih berada di angka 8.154 desa dan untuk desa sangat tertinggal berada di angka 5.061. Hal ini merupakan cerminan dari kurangnya infrastruktur telekomunikasi dan internet di banyak desa membuat masyarakat lebih bergantung pada komunikasi tatap muka. Ditambah juga keterbatasan akses terhadap pendidikan formal membuat masyarakat desa kurang terpapar bahasa asing sejak dini.
2. Ajaran Sejak Lahir
Bahasa daerah menjadi bahasa pertama yang dipelajari sejak bayi, sehingga tertanam kuat dalam pikiran dan menjadi bagian dari identitas diri. Orang tua dan lingkungan keluarga secara konsisten menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi, memperkuat penggunaan bahasa tersebut. Sesuai dengan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Long Form Sensus Penduduk 2020 (LF SP2020) menunjukkan bahwa 73,87% keluarga Indonesia masih menggunakan bahasa daerah saat berkomunikasi di tengah keluarganya. Sementara itu, di lingkungan kerabat atau tetangga, bahasa daerah hanya digunakan oleh 71,93%.
3. Tidak Banyak Perbedaan Budaya dalam 1 Desa
Masyarakat desa cenderung memiliki latar belakang budaya yang sama, sehingga penggunaan bahasa daerah dapat menyatukan mereka. Kurangnya kontak dengan budaya luar membuat masyarakat desa lebih nyaman menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun globalisasi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, namun di masyarakat pedesaan, bahasa daerah tetap bertahan dan bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas mereka. Faktor-faktor seperti keterbatasan akses, sosialisasi sejak dini, dan homogenitas budaya menjadi alasan utama mengapa masyarakat desa merasa nyaman menggunakan bahasa daerah. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa daerah memiliki kekuatan yang luar biasa dalam mempertahankan nilai-nilai lokal dan identitas komunitas. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, bahasa daerah adalah bahasa ibu mereka yang diperoleh sejak dari buaian atau pengasuhan ibunya, kemudian digunakan saat berkomunikasi di dalam keluarga.