Peran Literasi Bahasa di Indonesia Membawa Pengaruh Dalam Penyebaran Hoaks |
Penulis : Raihany Nur Zahra
(Ilmu Komunikasi- Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Indoaktual, Yogyakarta, Dalam era digital yang semakin maju, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat melalui berbagai platform media sosial dan teknologi komunikasi. Namun, perkembangan ini juga membawa dampak negatif, seperti penyebaran hoaks atau berita palsu. Salah satu faktor penting yang memengaruhi penyebaran hoaks adalah penggunaan bahasa, yang sering kali dimanfaatkan untuk memanipulasi emosi dan persepsi pembaca. Dalam konteks Indonesia, peran literasi bahasa menjadi kunci dalam mengatasi dampak buruk penyebaran hoaks.
Bahasa sebagai Alat Manipulasi
Bahasa memiliki kekuatan untuk membangun narasi yang dapat memengaruhi cara pandang masyarakat. Hoaks sering dirancang dengan menggunakan gaya bahasa yang provokatif, emosional, dan memanipulatif. Misalnya, penggunaan kata-kata hiperbola, klaim tanpa bukti, atau frasa yang mengandung unsur kebencian sering kali digunakan untuk menarik perhatian dan menimbulkan reaksi emosional. Di Indonesia, di mana masyarakat memiliki keragaman budaya dan tingkat literasi yang bervariasi, hoaks yang menggunakan bahasa lokal atau simbol-simbol budaya tertentu dapat dengan mudah dipercaya oleh kelompok tertentu.
Selain itu, hoaks juga sering memanfaatkan kesalahan interpretasi bahasa. Kalimat yang ambigu atau data yang sengaja disajikan secara tidak lengkap dapat menyesatkan pembaca yang tidak memiliki kemampuan analisis kritis terhadap informasi yang diterima.
Tantangan Literasi Bahasa di Indonesia
Tingkat literasi bahasa di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Data dari Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan memahami teks masyarakat Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Hal ini membuat sebagian masyarakat lebih rentan terhadap informasi yang tidak akurat.
Literasi bahasa tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan memahami konteks informasi. Kurangnya kemampuan ini sering kali membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan opini atau mengenali tanda-tanda berita palsu.
Faktor lain yang berkontribusi adalah rendahnya budaya membaca. Banyak masyarakat Indonesia lebih mengandalkan informasi dari media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya melalui sumber yang kredibel.
Peran Literasi Bahasa dalam Mengatasi Hoaks
Peningkatan literasi bahasa dapat menjadi solusi efektif untuk melawan penyebaran hoaks. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Pendidikan Literasi Digital
Mengintegrasikan literasi digital dalam kurikulum pendidikan sangat penting. Hal ini mencakup pengajaran tentang cara mengevaluasi sumber informasi, mengenali hoaks, dan memahami teknik manipulasi bahasa.
2. Pelatihan untuk Masyarakat Umum
Program pelatihan bagi masyarakat umum, terutama di daerah pedesaan, dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi bahasa. Misalnya, pelatihan untuk mengenali bahasa provokatif atau tanda-tanda berita palsu.
3. Kerjasama Media dan Pemerintah
Media dan pemerintah dapat berperan dalam menyediakan informasi yang jelas dan kredibel. Kampanye publik yang mendidik masyarakat tentang bahaya hoaks dan pentingnya memverifikasi informasi juga dapat membantu.
4. Mendorong Budaya Membaca
Menanamkan kebiasaan membaca di masyarakat, baik melalui perpustakaan digital maupun fisik, dapat meningkatkan kemampuan analisis dan pemahaman bahasa.
Jadi, Kesimpulan dari pembahasan ini yaitu Bahasa memiliki peran yang signifikan dalam penyebaran hoaks di Indonesia. Dengan literasi bahasa yang rendah, masyarakat menjadi lebih rentan terhadap manipulasi informasi. Oleh karena itu, peningkatan literasi bahasa menjadi langkah strategis untuk mengurangi dampak hoaks di tengah masyarakat. Literasi bahasa yang baik tidak hanya membantu individu memahami informasi secara kritis, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih cerdas, kritis, dan tahan terhadap ancaman disinformasi.
Upaya ini memerlukan sinergi antara pemerintah, media, institusi pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan langkah bersama, Indonesia dapat membangun ekosistem informasi yang lebih sehat dan terhindar dari dampak negatif hoaks.