Stunting di Desa Tegalongok: Krisis yang Harus Segera Ditangani |
Indoaktual, Yogyakarta, Stunting, kondisi gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi kronis, menjadi salah satu tantangan kesehatan terbesar di Desa Tegalongok. Laporan pada bulan Agustus 2024 mengungkapkan bahwa sejumlah anak di desa ini memiliki berat badan dan tinggi badan di bawah standar kesehatan yang ditetapkan. Masalah ini bukan hanya sekadar persoalan medis, tetapi mencerminkan krisis yang lebih luas, termasuk dampak sosial, ekonomi, dan kurangnya edukasi masyarakat terkait pola makan dan gizi.
Anak-anak usia dini menjadi kelompok paling rentan terhadap stunting. Berdasarkan data yang tersedia, bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2,5 kg memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting. Data ini juga memperlihatkan bahwa kondisi stunting kerap kali terkait erat dengan masalah kesehatan ibu selama kehamilan. Kekurangan nutrisi pada masa tersebut dapat memperburuk perkembangan janin, yang kemudian berdampak pada pertumbuhan anak di tahun-tahun pertama kehidupannya.
Namun, persoalan stunting di Desa Tegalongok bukanlah hal baru. Meski laporan kasus dikumpulkan pada Agustus 2024, akar permasalahan ini diduga telah berlangsung lama. Berbagai faktor menjadi penyebabnya, termasuk pola makan yang tidak mencukupi kebutuhan gizi, keterbatasan akses layanan kesehatan yang memadai, dan kurangnya edukasi tentang pentingnya pemenuhan gizi untuk ibu hamil serta anak-anak. Faktor lingkungan, seperti kebersihan yang buruk, juga berkontribusi terhadap terjadinya stunting.
Desa Tegalongok sendiri menjadi wilayah dengan tingkat prevalensi stunting yang cukup tinggi. Data menunjukkan bahwa anak-anak dari berbagai RT di desa tersebut mengalami masalah gizi. Posyandu seperti Asy-Syifa, yang menjadi pusat layanan kesehatan ibu dan anak, berupaya memberikan dukungan melalui program pemeriksaan rutin dan pemberian informasi tentang kesehatan. Namun, upaya ini tampaknya belum cukup efektif untuk menekan angka stunting secara signifikan.
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan merupakan hasil dari interaksi berbagai elemen. Kemiskinan menjadi salah satu akar utama, di mana keluarga dengan penghasilan rendah seringkali tidak mampu menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak mereka. Selain itu, pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat juga masih sangat terbatas. Banyak keluarga yang belum memahami bahwa pemberian makanan bernutrisi tinggi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak sangat menentukan tumbuh kembangnya.
Akses terhadap layanan kesehatan juga menjadi tantangan besar. Posyandu yang ada di desa memang membantu, tetapi seringkali keterbatasan tenaga dan fasilitas kesehatan menjadi hambatan. Misalnya, belum semua anak mendapatkan pemeriksaan rutin atau tambahan nutrisi yang memadai. Hal ini diperburuk oleh kondisi infrastruktur desa yang mungkin sulit dijangkau, sehingga menyulitkan keluarga untuk mendapatkan layanan kesehatan secara konsisten.
Bahkan, selama kehamilan, banyak ibu yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup karena kurangnya edukasi atau keterbatasan ekonomi. Padahal, masa kehamilan adalah periode kritis yang menentukan kesehatan bayi sejak lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah sering kali sudah menghadapi risiko stunting sejak hari pertama kehidupan mereka.
Dampak stunting tidak hanya terbatas pada gangguan fisik, seperti tubuh pendek atau berat badan rendah dibandingkan anak seusianya. Lebih dari itu, stunting juga memengaruhi perkembangan kognitif anak. Anak-anak yang mengalami stunting seringkali memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah dibandingkan anak-anak dengan kondisi gizi baik. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi kualitas pendidikan mereka dan, akhirnya, tingkat produktivitas ketika dewasa.
Selain itu, stunting juga menjadi beban sosial dan ekonomi. Masyarakat yang memiliki tingkat stunting tinggi cenderung mengalami keterbatasan dalam mencapai potensi pembangunan manusia. Hal ini tentu berdampak pada kemajuan desa secara keseluruhan. Desa Tegalongok harus menyadari bahwa stunting bukan hanya persoalan kesehatan individu, tetapi juga tantangan yang berpengaruh pada masa depan komunitas.
Mengatasi stunting membutuhkan pendekatan yang terpadu. Pemerintah desa harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan program edukasi tentang gizi dan kesehatan. Penyuluhan rutin bagi ibu hamil dan keluarga balita harus dilakukan secara masif untuk memastikan masyarakat memahami pentingnya makanan bergizi. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) juga perlu diperkuat, terutama bagi kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita. Posyandu, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di desa, perlu mendapatkan dukungan tambahan, baik dari segi tenaga medis maupun fasilitas pendukung. Pemerintah juga harus memastikan bahwa setiap keluarga memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan, tanpa terkendala jarak atau biaya.
Masyarakat sendiri perlu dilibatkan secara aktif. Kesadaran kolektif untuk menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan anak-anak mendapatkan makanan bergizi dapat membantu mengurangi angka stunting. Peran tokoh masyarakat, seperti kepala desa dan kader kesehatan, sangat penting dalam menggerakkan kesadaran ini.
Laporan kasus stunting di Desa Tegalongok adalah alarm serius yang memanggil semua pihak untuk bertindak. Jika tidak segera diatasi, stunting akan terus menjadi ancaman bagi generasi muda desa ini. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan, stunting dapat ditekan, dan masa depan anak-anak Desa Tegalongok dapat diselamatkan. Langkah nyata hari ini akan menentukan kualitas hidup mereka di masa depan.
Penulis : Mariska Fitriani
No Whatsapp : 087870178052
Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan minat pada bidang media, opini public, dan isu-isu social maupun ekonomi.
Pengalaman. : Aktif dalam berbagai kegiatan seperti UKM Tirtayasa Research Academic Society, serta terlibat dalam penulisan kreatif, copywriting, influencer konten dan produksi film pendek.
Minat. : Media, Penulisan, Industri Kreatif, dan Advokasi Komunikasi strategis melalui sebuah tulisan.