Stunting Menjadi Permasalahan Krisis Gizi yang Mengancam Masa Depan Anak Anak Indonesia |
Penulis : Maulidiya Shalsabila El-Farah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Indoaktual, Yogyakarta, Di indonesia, kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari standar usianya, masih menjadi masalah besar. Walaupun sudah banyak upaya yang sudah dilakukan untuk menanggulangi stunting, pada kenyataanya masalah ini belum juga terselesaikan sepenuhnya. Bahkan, banyak orang orang di berbagai daerah yang berupaya memperbaiki gizi anak-anak, angka stunting di beberapa wilayah masih cukup tinggi.
Stunting bukan hanya masalah yang terjadi pada fisik. Stunting adalah indikator buruknya status gizi pada anak, yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan otak mereka. Anak-anak yang mengalami stunting berisiko mengalami gangguan belajar, kemampuan kognitif yang terhambat, serta masalah kesehatan jangka panjang seperti penyakit jantung dan diabetes. Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 24,4% anak Indonesia berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting pada tahun 2021. Meskipun ada penurunan angka stunting dibandingkan beberapa tahun sebelumnya tetap saja angka ini masih sangat tinggi dan menjadi perhatian utama pemerintah serta masyarakat.
Masalah stunting sering terjadi di daerah-daerah yang terpencil dan perbatasan di indonesia. Terutama di daerah daerah yang kurang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan, pangan bergizi, dan pendidikan masih terbatas. Bahkan anak-anak di daerah tersebut seringkali kurang mendapatkan asupan gizi yang cukup. Di beberapa wilayah, pola makan yang bergantung pada nasi dan sedikit sayuran atau protein hewani menyebabkan kekurangan nutrisi penting seperti vitamin A, zat besi, dan protein.
Di Papua, misalnya, prevalensi stunting sangat tinggi, bahkan mencapai 40% lebih di beberapa kabupaten. Karena masyarakat disana masih menghadapi tantangan besar, mulai dari kesulitan mengakses bahan pangan sehat hingga minimnya fasilitas kesehatan dan tenaga medis terlatih. Selain itu, faktor geografis yang terisolasi membuat sulitnya jalur distribusi makanan bergizi menjadi lebih mahal.
Kemiskinan juga menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka stunting di indonesia. Masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung lebih sulit untuk mendapatkan makanan bergizi yang dibutuhkan anak-anak mereka. Makanan bergizi yang terdiri dari sumber protein, vitamin, dan mineral seringkali dianggap terlalu mahal untuk keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akibatnya, banyak anak-anak yang hanya mendapatkan makanan
pokok seperti nasi, yang tidak terlalu cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka sehari harinya.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan pada masyarakat tentang gizi juga berkontribusi pada tingginya angka stunting. Banyak orang tua, terutama di daerah pedesaan, yang belum sepenuhnya memahami pentingnya pemberian makanan bergizi pada anak mereka. Dengan adanya program edukasi tentang gizi yang efektif dan berkelanjutan pada masyarakat diharapkan bisa memperbaiki pola makan keluarga, namun penyuluhan yang dilakukan pemerintah dan lembaga terkait seringkali belum menjangkau semua daerah di indonesia, terutama di daerah daerah terpencil dan pelosok.
Di banyak daerah, terutama di wilayah terpencil, fasilitas kesehatan dan tenaga medis terlatih sangat terbatas. Walaupun Indonesia sudah memiliki berbagai program untuk menangani kasus stunting ini, seperti Program Gizi Seimbang dan berbagai kebijakan pemerintah yang melibatkan puskesmas, namun infrastruktur yang dimiliki tidak memadai di beberapa daerah menyebabkan upaya ini tidak sepenuhnya efektif. Banyak ibu hamil dan anak yang tinggal di wilayah terpencil yang kesulitan untuk mengakses pemeriksaan rutin atau mendapatkan suplementasi gizi yang dibutuhkan mereka.
Terdapat beberapa intervensi yang dilakukan pemerintah, seperti pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil, dan distribusi susu balita, upaya tersebut memang sudah cukup memberikan dampak positif di beberapa daerah. Namun, upaya ini belum mampu mengatasi masalah stunting secara menyeluruh. Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya koordinasi antar pihak yang terlibat. Misalnya, masalah stunting tidak hanya bergantung pada sektor kesehatan saja, tetapi juga pada sektor lain seperti pertanian, pendidikan, dan infrastruktur tetapi pemerintah di indonesia hanya fokus pada permasalahan kesehatan saja untuk dapat menyelesaikan permasalahan stunting ini.
Penyelesaian masalah stunting memerlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dan terintegrasi. Pemerintah, bersama dengan berbagai pihak terkait, harus terus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang sejak dini. Selain itu, upaya untuk menyediakan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, makanan bergizi, serta pendidikan harus menjadi prioritas.
Salah satu cara yang efektif adalah memperkuat program yang melibatkan masyarakat langsung, seperti pemberdayaan ibu-ibu di tingkat desa untuk memahami pentingnya pemberian ASI eksklusif, makanan pendamping ASI (MPASI), serta pentingnya menjaga sanitasi yang baik. Melalui pelatihan dan pendampingan, ibu-ibu dapat belajar untuk memanfaatkan bahan pangan lokal yang kaya gizi dengan cara yang lebih murah dan terjangkau.
Pemerintah juga perlu meningkatkan distribusi dan akses pangan bergizi ke daerah-daerah yang sulit dijangkau. Penyediaan makanan bergizi yang berbasis pada sumber daya lokal
dapat menjadi solusi jangka panjang yang efektif, terutama di daerah-daerah dengan tantangan geografis dan ekonomi yang besar.
Sumber : Kemenkes, Kemenkeu, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional.