Lebaran adalah momen yang dinantikan oleh umat Muslim di Indonesia. Selain sebagai waktu untuk merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, Lebaran juga menjadi kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, teman, dan kerabat. Namun, di balik kebahagiaan tersebut, terkadang muncul kebiasaan-kebiasaan toxic yang dapat merusak suasana dan makna dari silaturahmi itu sendiri.

Fenomena ini sering kali tidak disadari, namun dampaknya cukup signifikan. Pertanyaan-pertanyaan yang terlalu pribadi, perbandingan antar anggota keluarga, hingga sikap pamer, bisa membuat seseorang merasa tidak nyaman dan bahkan menjauh dari momen kebersamaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali kebiasaan-kebiasaan toxic tersebut dan mencari solusi agar silaturahmi tetap berjalan dengan sehat dan bermakna.

Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa kebiasaan toxic yang sering muncul saat Lebaran dan bagaimana cara menghadapinya. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan kita dapat menciptakan suasana Lebaran yang penuh dengan kedamaian, kebahagiaan, dan tentunya, silaturahmi yang sehat.

1. Pertanyaan Pribadi yang Tidak Pantas

Salah satu kebiasaan toxic yang sering muncul saat Lebaran adalah pertanyaan-pertanyaan pribadi yang tidak pantas. Misalnya, “Kapan nikah?”, “Kapan lulus kuliah?”, atau “Kerja di mana? Gajinya berapa?”. Meskipun niatnya mungkin hanya basa-basi, pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa membuat seseorang merasa tidak nyaman dan tertekan. Menurut psikolog, penting untuk menghormati privasi orang lain dan menghindari pertanyaan yang terlalu pribadi, terutama jika hubungan kita belum cukup dekat dengan orang tersebut.

2. Perbandingan Antar Anggota Keluarga

Perbandingan antar anggota keluarga juga merupakan kebiasaan toxic yang sering terjadi saat Lebaran. Misalnya, membandingkan pencapaian atau kesuksesan seseorang dengan saudara atau kerabat lainnya. Hal ini bisa menimbulkan rasa iri, cemburu, dan bahkan konflik dalam keluarga. Sebagai gantinya, sebaiknya kita memberikan dukungan dan apresiasi atas pencapaian masing-masing individu tanpa membanding-bandingkannya dengan orang lain.

3. Sikap Pamer dan Riya

Sikap pamer atau riya juga sering muncul saat Lebaran. Misalnya, memamerkan pakaian baru, perhiasan, atau kendaraan mewah. Sikap ini tidak hanya dapat menimbulkan kecemburuan, tetapi juga bisa mengurangi nilai ibadah kita. Dalam Islam, riya dianggap sebagai perbuatan yang dapat menghapus pahala. Oleh karena itu, sebaiknya kita menghindari sikap pamer dan lebih fokus pada makna spiritual dari Lebaran.

4. Mengabaikan Silaturahmi demi Wisata

Dalam beberapa kasus, ada individu yang lebih memilih untuk berwisata daripada melakukan silaturahmi dengan keluarga. Padahal, silaturahmi adalah inti dari perayaan Lebaran. Mengabaikan silaturahmi demi wisata bisa menimbulkan perasaan tidak dihargai dan merusak hubungan keluarga. Sebagai gantinya, kita bisa merencanakan waktu untuk silaturahmi terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas lain.

5. Phubbing dan Ketergantungan pada Media Sosial

Phubbing, yaitu kebiasaan mengabaikan orang di sekitar dengan fokus pada ponsel, juga merupakan kebiasaan toxic yang sering terjadi saat Lebaran. Kebiasaan ini bisa membuat suasana silaturahmi menjadi dingin dan tidak bermakna. Sebagai gantinya, kita sebaiknya lebih fokus pada interaksi langsung dengan orang di sekitar kita dan menggunakan ponsel secara bijak.

Kesimpulan

Kebiasaan toxic orang Indonesia saat Lebaran, seperti pertanyaan pribadi yang tidak pantas, perbandingan antar anggota keluarga, sikap pamer, mengabaikan silaturahmi demi wisata, dan phubbing, dapat merusak makna dan tujuan dari perayaan Idul Fitri. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali dan menghindari kebiasaan-kebiasaan tersebut. Dengan saling menghormati, menjaga privasi, dan fokus pada makna spiritual dari Lebaran, kita dapat menciptakan suasana silaturahmi yang sehat dan bermakna.