Bayangkan, setiap sendok nasi putih yang kita makan mungkin terasa sepele, tapi di balik rasa kenyangnya tersembunyi risiko penyakit mematikan yang sering tak kita sadari. Diabetes, si “silent killer”, kini mengintai jutaan orang Indonesia tanpa tanda-tanda awal yang jelas. Ironisnya, penyebabnya bukan hanya gula yang kita tambahkan ke teh atau kopi, tapi juga dari karbohidrat tersembunyi yang setiap hari kita konsumsi dalam mi instan, roti manis, hingga minuman kekinian.

Apa itu Karbohidrat?

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hampir setiap hidangan di meja makan kita mulai dari nasi putih, mi goreng, hingga roti tawar mengandung karbohidrat. Sayangnya, banyak orang belum memahami bahwa tidak semua karbohidrat memberikan dampak yang sama bagi tubuh. Jenis, jumlah, dan kualitas karbohidrat yang dikonsumsi berperan besar dalam menjaga keseimbangan metabolisme, terutama kadar gula darah. Kebiasaan makan tinggi karbohidrat sederhana, seperti nasi putih, minuman manis, atau camilan berbasis tepung, menjadi salah satu penyebab meningkatnya risiko penyakit metabolik, termasuk diabetes.

Menurut data dari Institude for Health Metrics and Evaluation bahwa diabetes merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi ke 3 di Indonesia tahun 2019 yaitu sekitar 57,42 kematian per 100.000 penduduk. Data International Diabetes Federation (IDF) mendapati bahwa jumlah penderita diabetes pada 2021 di Indonesia meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir.  Jumlah tersebut diperkirakan dapat mencapai 28,57 juta pada 2045 atau lebih besar 47% dibandingkan dengan jumlah 19,47 juta pada 2021. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, jumlah penderita diabetes di Indonesia terus meningkat setiap tahun, bahkan menduduki peringkat kelima tertinggi di dunia.

Apa sih yang dimaksud Diabetes?

Diabetes sering disebut sebagai “silent killer” karena penyakit ini berkembang perlahan tanpa gejala yang jelas. Banyak orang baru menyadari dirinya menderita diabetes ketika sudah terjadi komplikasi serius, seperti gangguan jantung, kerusakan ginjal, atau luka sulit sembuh. Menurut penelitian Que et al. (2025), pola makan tinggi karbohidrat olahan, rendah serat, serta gaya hidup kurang aktif menjadi kombinasi berbahaya yang mempercepat munculnya penyakit ini.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai mengevaluasi nilai gizi karbohidrat dari makanan yang kita konsumsi. Evaluasi ini bukan hanya soal menghitung kalori, tetapi juga melihat berapa banyak gula, serat, dan indeks glikemik (IG) suatu makanan (Yahmal dan Zuraida, 2024).

  • Makanan dengan IG tinggi, seperti nasi putih dan roti putih, cepat menaikkan gula darah.
  • Makanan dengan IG rendah, seperti nasi merah, oatmeal, dan ubi, membuat gula darah naik perlahan dan lebih stabil.

Masalahnya, di kehidupan sehari-hari, banyak orang belum sadar akan hal ini. Misalnya, ada yang merasa sudah “sehat” karena tidak menambah gula ke kopi, tapi tetap makan mi instan dua kali sehari dan minum boba setiap sore. Tanpa disadari, dalam jangka panjang, kebiasaan kecil ini bisa menjadi pemicu awal munculnya diabetes. Kita bisa mulai dengan kebiasaan kecil, seperti membaca label gizi pada kemasan makanan. Perhatikan bagian “total karbohidrat”, “gula”, dan “serat pangan”. Jangan langsung percaya dengan tulisan “tanpa gula tambahan” atau “sehat”, karena bisa saja produk tersebut tetap tinggi karbohidrat dari bahan lain seperti tepung olahan.

Selain peran masyarakat, pemerintah dan produsen makanan juga punya tanggung jawab besar. Produsen perlu memberikan informasi gizi yang jelas dan jujur pada produknya. Pemerintah harus memastikan label gizi di pasaran benar adanya, agar masyarakat tidak tertipu oleh klaim yang menyesatkan. Kesimpulannya, mencegah diabetes bukan hanya dengan mengurangi gula, tapi juga dengan memahami jenis dan jumlah karbohidrat yang kita makan. Dengan menilai nilai gizi karbohidrat dan memilih makanan dengan bijak, kita bisa menjaga kadar gula darah tetap stabil dan hidup lebih sehat.

REFERENSI

International Diabetes Federation. 2021. IDF Diabetes Atlas (10th ed.). Brussels: International Diabetes Federation.

Que, B. J., Lekatompessy, J. C., Taihuttu, Y. M. J., Noya, F. C., Huwae, L. B. S., Rahawarin, H., dan Istia, S. S. 2025. Edukasi Pola Makan Sehat Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Degeneratif. Budimas: Jurnal Pengabdian Masyarakat. Vol. 7(1).

Yahmal, P., dan Zuraida, R. 2024. Pendekatan Holistik Pada Ny. M Umur 59 Tahun Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Tanjung Sari Natar. Medical Profession Journal of Lampung. Vol. 14(2): 290-300.

Penulis: Syania Zulfa Sulthoniah – Teknlogi Pangan – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa