Hukum Islam terkait mendoakan non-Muslim yang meninggal, khususnya dalam konteks kunjungan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke pemakaman Paus Fransiskus, melibatkan beberapa aspek yang mencakup ajaran Islam, konteks sosial, diplomasi, dan pandangan lintas agama. Berikut adalah penjelasan dari berbagai faktor terkait isu ini:
Hukum Islam Mengenai Mendoakan Non-Muslim yang Meninggal
Dalam ajaran Islam, terdapat panduan yang cukup jelas mengenai hukum mendoakan non-Muslim yang telah meninggal, berdasarkan Al-Qur’an dan hadis:
- Al-Qur’an: Surat At-Taubah ayat 113 menyatakan bahwa tidak dibenarkan bagi Nabi Muhammad SAW dan orang-orang beriman untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik (termasuk non-Muslim) setelah jelas bahwa mereka menjadi penghuni neraka. Ayat ini menjadi dasar bahwa mendoakan ampunan (istighfar) untuk non-Muslim yang meninggal dalam keadaan tidak berIslam adalah dilarang.
“Tidaklah pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampun bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka itu kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah: 113)
- Hadis: Terdapat riwayat bahwa Nabi Muhammad SAW tidak diizinkan oleh Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibunya yang meninggal dalam keadaan non-Muslim. Hal ini memperkuat larangan memohon ampunan bagi non-Muslim yang telah wafat.
Namun, para ulama membedakan antara doa ampunan (istighfar) dan doa kebaikan umum:
- Doa ampunan, seperti memohon agar dosa non-Muslim yang meninggal diampuni atau masuk surga, dianggap haram karena bertentangan dengan keyakinan Islam tentang akhirat.
- Doa kebaikan umum, seperti mendoakan kebaikan bagi yang ditinggalkan (misalnya umat Katolik yang berduka), atau mendoakan perdamaian dunia, diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya, mendoakan agar pengganti Paus Fransiskus melanjutkan misi perdamaian dianggap tidak bermasalah.
Pandangan Ulama:
- Habib Noval Assegaf (tokoh Nahdlatul Ulama) menegaskan bahwa mendoakan non-Muslim yang telah meninggal hukumnya haram, merujuk pada tindakan Jokowi yang tampak berdoa di depan peti jenazah Paus Fransiskus.
- KH M Ma’ruf Khozin (Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur) menjelaskan bahwa tindakan Jokowi perlu dirinci. Jika doa yang dilakukan adalah untuk kebaikan umum (misalnya perdamaian atau kebaikan umat yang ditinggalkan), maka hal ini tidak dilarang. Namun, jika doa tersebut adalah istighfar untuk Paus Fransiskus, maka hukumnya haram. Ia menekankan bahwa konteks sosial dan ibadah harus dipisahkan.
- Muhammadiyah melalui pernyataan resmi menegaskan bahwa takziah kepada non-Muslim diperbolehkan sebagai bentuk kemanusiaan dan toleransi, tetapi doa khusus untuk ampunan bagi yang meninggal tidak dibenarkan.
- Syaikh Ahmed Tayyib (Imam Besar Al-Azhar) dan tokoh Muslim lainnya menunjukkan bahwa ucapan belasungkawa atau takziah atas kematian non-Muslim diperbolehkan atas dasar kemanusiaan, sebagaimana mereka lakukan untuk Paus Fransiskus.
Konteks Diplomasi dan Sosial
Kunjungan Jokowi ke pemakaman Paus Fransiskus pada 26 April 2025 di Vatikan merupakan bagian dari misi diplomatik atas utusan Presiden Prabowo Subianto. Jokowi didampingi oleh Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Menteri HAM Natalius Pigai, dan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Alasan pengutusan Jokowi antara lain:
- Hubungan Personal: Jokowi adalah presiden saat menyambut kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024, sehingga dianggap memiliki hubungan emosional dan representasi yang sesuai untuk mewakili Indonesia.
- Hubungan Bilateral: Indonesia dan Vatikan memiliki hubungan diplomatik yang baik, dan kehadiran Jokowi menunjukkan penghormatan terhadap pemimpin spiritual umat Katolik dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan.
- Simbol Toleransi: Kehadiran Jokowi di pemakaman mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya persatuan dan toleransi antaragama, yang menjadi landasan Indonesia sebagai negara majemuk.
Dalam konteks ini, tindakan Jokowi yang tampak “berdoa” di depan peti jenazah Paus Fransiskus memicu diskusi. Beberapa pihak memandangnya sebagai gestur diplomatik, bukan doa dalam arti ibadah. Misalnya, Jokowi mungkin hanya menundukkan kepala sebagai tanda hormat atau mendoakan kebaikan umum, yang tidak bertentangan dengan Islam. Namun, sebagian masyarakat menilai tindakan ini kontroversial karena dianggap sebagai doa untuk non-Muslim yang meninggal.
Reaksi Publik dan Kontroversi
Kehadiran Jokowi di pemakaman Paus Fransiskus memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia:
- Pendukung: Sebagian masyarakat, termasuk umat Katolik, mengapresiasi kehadiran Jokowi sebagai wujud toleransi dan penghormatan terhadap Paus Fransiskus, yang dikenal sebagai pejuang perdamaian dan dialog antaragama. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Keuskupan Agung Jakarta menyambut baik pengiriman delegasi ini, meskipun mereka tidak terlibat dalam pemilihannya.
- Penentang: Sebagian warganet dan tokoh, seperti Habib Noval Assegaf, mempertanyakan tindakan Jokowi yang tampak berdoa, dengan alasan bahwa hal ini bertentangan dengan ajaran Islam. Ada juga yang berpendapat bahwa perwakilan seharusnya berasal dari pemerintahan aktif, seperti Presiden Prabowo atau menteri-menterinya, bukan mantan presiden.
- Pandangan Moderat: Beberapa pihak, termasuk ulama seperti KH Ma’ruf Khozin, menyerukan untuk tidak buru-buru menghakimi tanpa mengetahui isi doa Jokowi. Mereka menekankan pentingnya membedakan antara gestur diplomatik dan ibadah.
Perspektif Lintas Agama
Paus Fransiskus dikenal sebagai tokoh yang mempromosikan dialog antaragama, termasuk dengan dunia Islam. Kunjungannya ke Indonesia pada 3-6 September 2024 menegaskan komitmennya terhadap perdamaian dan toleransi, seperti saat ia menghadiri dialog antaragama di Masjid Istiqlal dan memimpin misa akbar di Stadion Gelora Bung Karno. Banyak pemimpin Muslim dunia, seperti Imam Besar Al-Azhar dan Raja Salman, menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Paus, menunjukkan penghormatan lintas agama.
Dalam konteks ini, kehadiran Jokowi dapat dilihat sebagai wujud timbal balik dari hubungan baik yang dibangun Paus Fransiskus dengan dunia Islam. Namun, bagi umat Islam, tindakan seperti takziah atau menghadiri pemakaman non-Muslim harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melanggar batasan syariat.
Hukum Menghadiri Pemakaman Non-Muslim
Menghadiri pemakaman non-Muslim, seperti yang dilakukan Jokowi, secara umum diperbolehkan dalam Islam dengan beberapa ketentuan:
- Tujuan Diplomasi atau Kemanusiaan: Kehadiran untuk menunjukkan solidaritas, menjaga hubungan sosial, atau misi diplomatik dibolehkan selama tidak melibatkan ritual ibadah non-Islam (misalnya ikut berdoa dengan cara Katolik).
- Tidak Melakukan Ritual Non-Islam: Seorang Muslim harus memastikan bahwa kehadirannya tidak melibatkan tindakan yang bertentangan dengan akidah, seperti ikut dalam doa-doa liturgi non-Muslim.
- Takziah: Mengucapkan belasungkawa kepada keluarga non-Muslim yang ditinggalkan diperbolehkan sebagai bentuk kemanusiaan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang menghibur tetangga Yahudi yang sedang berduka.
Kesimpulan
- Hukum Islam: Mendoakan ampunan bagi non-Muslim yang meninggal dilarang berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Namun, doa kebaikan umum, seperti untuk perdamaian atau kebaikan yang ditinggalkan, diperbolehkan. Menghadiri pemakaman non-Muslim untuk tujuan diplomasi atau kemanusiaan juga dibolehkan selama tidak melibatkan ritual non-Islam.
- Konteks Jokowi: Kehadiran Jokowi di pemakaman Paus Fransiskus adalah gestur diplomatik yang mencerminkan hubungan baik Indonesia-Vatikan dan nilai toleransi Pancasila. Tindakan “berdoa” yang kontroversial perlu dirinci; jika hanya gestur hormat atau doa umum, maka tidak melanggar syariat. Namun, jika berupa doa ampunan, maka hukumnya haram.
- Saran: Untuk menghindari kontroversi, tokoh publik seperti Jokowi perlu memastikan gestur mereka tidak disalahartikan. Penjelasan resmi dari pihak Jokowi atau pemerintah dapat membantu meredam polemik.
Jika Anda ingin analisis lebih mendalam atau fokus pada aspek tertentu (misalnya reaksi publik atau pandangan ulama tertentu), silakan beri tahu!