INDOAKTUAL – Pernikahan dini tetap menjadi persoalan serius di Indonesia. Berdasarkan data BPS 2023, sekitar 10% anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dan sebagian besar menikah karena tekanan ekonomi, norma budaya, atau minimnya edukasi tentang hak anak. Angka ini menunjukkan bahwa praktik pernikahan anak masih menjadi masalah nyata di sebagian masyarakat, termasuk di desa-desa pedesaan yang menghadapi tekanan ekonomi, norma budaya, dan kurangnya edukasi tentang hak anak.

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Fenomena pernikahan dini tidak hanya menghambat pendidikan anak, tetapi juga berpotensi membuka pintu bagi kekerasan fisik, psikologis, dan seksual, terutama terhadap perempuan. Anak perempuan yang menikah sebelum matang secara fisik dan mental rentan menghadapi masalah kesehatan, konflik rumah tangga, dan ketidakmandirian ekonomi.

Sebagai bentuk pengabdian masyarakat, Subkel Mahasiswa Pengabdian masyarakat Universitas 17 Agustus Surabaya melaksanakan sosialisasi “Stop Pernikahan Dini untuk Cegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak” di Balai RW 06, Kelurahan Benowo . Kegiatan ini bertujuan membantu masyarakat memahami resiko pernikahan dini, meningkatkan kesadaran remaja, dan membangun komitmen bersama untuk menunda usia pernikahan.

Kegiatan dilaksanakan melalui presentasi materi yang didalam materi tersebut sudah beriisikan apa saja dampak pernikahan dini, hukum yang mengatur dan juga cara penanganan pertama untuk korban yang terkena kekerasan. Selain itu diadakan diskusi interaktif, pemutaran video edukasi, dan Konseling sebaya. Peserta terdiri anggota karang taruna sebanyak 10-15 orang.

Subkelompok Mahasiswa tidak hanya berbicara di depan, tetapi mengajak peserta berdiskusi, bertanya, dan berbagi pengalaman. Dengan pendekatan ini, mereka ingin membangun kesadaran bersama bahwa pernikahan dini bukan solusi untuk masalah keluarga, ekonomi, atau budaya. Sebaliknya, praktik ini justru berisiko menimbulkan kekerasan, mengganggu pendidikan, dan membahayakan kesehatan anak perempuan.

Dalam kegiatan tersebut, peserta diberikan pembekalan mengenai langkah-langkah dasar yang harus dilakukan ketika mendapati korban kekerasan. Materi meliputi upaya memastikan keselamatan korban, memberikan dukungan emosional, menghindari sikap menyalahkan, hingga mengarahkan korban untuk memperoleh pemeriksaan medis dan layanan psikologis. Peserta juga dijelaskan mengenai prosedur pelaporan kepada pihak berwenang serta pentingnya menjaga kerahasiaan dan kenyamanan korban.

Subkelompok Mahasiswa Pengabdian Masyarakat juga menjelaskan bahwa penambahan materi penanganan awal ini bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merespons kasus kekerasan dengan cepat dan tepat karena selama ini banyak kasus tidak ditangani dengan benar karena keluarga dan masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dengan pelatihan ini, diharapkan masyarakat lebih siap dan tanggap.

Pernikahan dini bukan hanya persoalan moral, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan, sosial, pendidikan, dan hukum. Menunda pernikahan hingga anak siap secara fisik, mental, dan emosional merupakan langkah penting untuk mencegah kekerasan sekaligus memberi kesempatan bagi anak dan perempuan untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung pendidikan mereka.

Kegiatan pengabdian masyarakat, seperti yang dilakukan mahasiswa Universitas 17 Agustus  ini, menunjukkan bahwa edukasi dan peningkatan kesadaran merupakan strategi efektif untuk mencegah pernikahan dini. Keberhasilan upaya ini membutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, tokoh agama, pemerintah, dan media, agar generasi muda dapat menikmati masa kecil dan remaja mereka dengan aman dan layak.

Penulis: Dwi Puspa, Nia Anisyah, M. Ulul Afkar, Bagus Hadi, Ricky Rusmanda