Beras bukan hanya sekadar butiran yang kita masak jadi nasi setiap hari, tetapi kualitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sepanjang siklus produksi mulai dari lapangan hingga meja makan. Salah satu faktor paling krusial adalah kadar air pada gabah atau beras. Bila gabah dipanen dalam kondisi kelembapan tinggi, air yang berlebih bisa menyebabkan butir menjadi lembap dan rentan kerusakan. Sebaliknya, jika kadar air terlalu rendah, butir beras bisa menjadi rapuh dan mudah pecah saat proses penggilingan. Karena itu, proses pengeringan yang tepat sangat penting untuk menurunkan kadar air ke tingkat optimal tanpa merusak struktur butir.

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Selain kadar air, ukuran dan bentuk fisik butir turut menentukan mutu akhir beras. Butir panjang dan seragam cenderung lebih disukai karena tampilannya menarik dan penggilingan dapat dilakukan secara efisien. Butiran yang tidak seragam bisa menghasilkan banyak patahan saat digiling, yang akhirnya menurunkan persentase beras kepala (butir utuh) dan menurunkan nilai jual. Struktur fisik seperti panjang-lebar juga memengaruhi tekstur nasi setelah dimasak dan daya simpan beras.

Kemudian, ada aspek densitas butir atau padatan butir yang sering disebut sebagai densitas kamba. Densitas tinggi berarti butiran beras tersusun rapat dengan ruang kosong antarkernel yang minim. Kondisi semacam ini bisa meningkatkan efisiensi penggilingan karena butiran tidak mudah pecah dan menghasilkan rendemen yang lebih baik. Sebaliknya, densitas rendah menunjukkan banyak ruang udara di antara butiran, yang bisa menurunkan kekuatan mekanik beras dan meningkatkan kerusakan selama pengolahan.

Mutu pascapanen juga menjadi faktor penting. Setelah panen, proses seperti perontokan, pembersihan, penggilingan, dan pengemasan sangat menentukan berapa banyak butir patah dan seberapa bersih beras dari kotoran. Jika tahap pembersihan kurang optimal, masih banyak pengotor seperti debu atau kulit padi yang ikut dalam produk akhir. Selain itu, cara pengemasan dan kondisi penyimpanan sangat berpengaruh karena kelembapan tempat penyimpanan bisa membuat kadar air kembali naik dan menurunkan mutu fisik.

Faktor waktu panen juga tak boleh diabaikan. Jika panen dilakukan terlalu cepat atau terlalu lambat, kandungan pati, khususnya amilosa, di dalam butir bisa berubah. Struktur pati yang tidak tepat akan memengaruhi karakteristik beras seperti tekstur nasi setelah dimasak, serta berapa banyak beras utuh yang bisa dihasilkan dalam proses giling. Saat panen tepat waktu, butir beras cenderung memiliki amilosa yang stabil dan mutu fisik yang lebih baik.

Terakhir, faktor genetika padi dan kondisi lingkungan tumbuh sangat memengaruhi mutu. Varietas padi berbeda memiliki karakter berbeda, misalnya ada yang menghasilkan butir panjang, ada yang padat, ada yang kaya amilosa. Selain itu, iklim, kelembapan tanah, suhu, dan teknik budidaya ikut berperan besar terhadap kadar air saat panen dan risiko kerusakan mekanik selama panen serta pascapanen.

Ketika semua faktor tersebut dikelola dengan baik seperti kadar air ideal, butiran seragam dan padat, perlakuan pascapanen yang tepat, panen pada waktu yang optimal, serta varietas yang unggul, maka mutu akhir beras akan sangat baik. Beras seperti ini tidak hanya menarik dari segi tampilan dan rasa, tetapi juga tahan disimpan lebih lama. Sebaliknya, bila salah satu aspek diabaikan, mutu beras bisa menurun drastis meskipun varietas yang digunakan unggul. Memahami faktor-faktor ini sangat penting bagi petani, produsen, dan konsumen agar bisa menjaga kualitas beras dari sawah hingga meja makan.

Referensi

Mukaromah, S. A., Haryanto, A., Suharyatun, S., dan Tamrin, T. 2022. Pengaruh kadar air gabah terhadap kinerja penggilingan padi. Jurnal Agricultural Biosystem Engineering. Vol. 1(1): 81–94.

Utami, A. U., dan Ulfa, R. 2022. Efek lama pengeringan terhadap kadar air gabah dan mutu beras ketan. Jurnal Teknologi Pangan dan Ilmu Pertanian. Vol. 4(1): 32–36.

Penulis: Annisa Mutiara Ramadhini | Mahasiswa jurusan Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa