INDOAKTUAL – Pernahkah kamu terpukau oleh warna hijau pekat pada segelas matcha latte atau minuman spirulina yang tampak begitu segar? Warna itu bukan sekadar penanda rasa atau tren gaya hidup sehat melainkan jejak dari salah satu pigmen paling berpengaruh di bumi: klorofil.

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Dari dedaunan yang menari diterpa cahaya pagi, hingga bubuk teh hijau yang halus di genggaman, klorofil hadir sebagai jembatan antara alam, sains, dan kehidupan. Pigmen ini bukan hanya pewarna alami, tapi juga mesin biologis yang membuat bumi bernafas. Tanpa klorofil, tak akan ada oksigen di udara, dan tak akan ada energi dalam setiap butir nasi yang kita makan.

Klorofil: Pigmen yang Menghidupkan Dunia

Klorofil adalah pigmen hijau yang berperan penting dalam proses fotosintesis, mekanisme ketika tumbuhan dan alga menangkap energi cahaya matahari untuk diubah menjadi energi kimia. Dari sinilah kehidupan di bumi bertumbuh: oksigen yang kita hirup dan bahan pangan yang kita konsumsi sebagian besar bergantung pada proses yang digerakkan oleh pigmen ini.

Secara kimia, klorofil memiliki struktur berupa cincin porfirin dengan atom magnesium (Mg) di bagian tengahnya. Struktur ini memungkinkan klorofil menyerap cahaya biru dan merah, sementara cahaya hijau dipantulkan sehingga memberi warna khas pada daun (Winarno, 2004). Uniknya, struktur klorofil mirip dengan hemoglobin pada darah manusia hanya berbeda pada atom pusatnya. Jika hemoglobin mengandung besi (Fe), maka klorofil mengandung magnesium (Mg). Persamaan ini membuat klorofil sering disebut sebagai “darah hijau tumbuhan”.

Matcha: Cerita Hijau dari Daun yang Disembunyikan

Matcha adalah bubuk teh hijau asal Jepang yang kini populer di seluruh dunia. Matcha bukan sekadar teh hijau bubuk biasa. Ia berasal dari daun Camellia sinensis yang sengaja diteduhi sebelum panen. Proses ini disebut shading yaitu membuat tanaman memproduksi lebih banyak klorofil agar tetap mampu berfotosintesis di kondisi minim cahaya.

Menurut Yamaguchi et al. (2018) metode pembayangan ini dapat meningkatkan kadar klorofil hingga 50% dibandingkan teh hijau biasa. Inilah sebabnya mengapa matcha memiliki warna hijau cerah, rasa lembut, dan aroma khas yang menenangkan. Klorofil pada matcha sebagian besar terdiri atas klorofil a dan klorofil b, dua pigmen yang berperan penting dalam penyerapan cahaya merah dan biru. Keberadaannya tidak hanya menentukan warna, tapi juga memengaruhi profil senyawa bioaktif lain seperti teanin dan katekin, dua komponen yang berkontribusi pada efek relaksasi dan antioksidan.

Di Indonesia, penelitian oleh Wulandari dan Putri (2022) menunjukkan bahwa teh hijau lokal yang ditanam di daerah lebih teduh memiliki kandungan klorofil dan aktivitas antioksidan lebih tinggi. Artinya, konsep “daun yang disembunyikan dari matahari” juga berlaku di perkebunan teh lokal. Jadi, warna hijau matcha bukan sekadar tampilan estetik ia adalah hasil dari rekayasa alami yang cermat dan terukur.

Spirulina: Si Hijau dari Dunia Mikro

Jika matcha lahir dari dedaunan, maka spirulina datang dari dunia mikro, sebuah mikroalga yang hidup di perairan alkali. Spirulina memiliki warna hijau kebiruan yang khas, hasil kombinasi dari klorofil a (hijau) dan fikosianin (biru). Keduanya bekerja sama membentuk pigmen alami yang kuat, baik dalam warna maupun fungsi biologisnya. Yustikasari (2022) menemukan bahwa kadar klorofil spirulina mencapai sekitar 1,1% berat kering, tergantung fase panen dan intensitas cahaya. Panen pada fase logaritmik akhir menghasilkan kadar tertinggi karena pada fase ini alga aktif berfotosintesis.

Klorofil spirulina juga sangat sensitif terhadap panas dan cahaya. Lestari et al. (2021) melaporkan bahwa pengeringan di bawah 45°C mampu mempertahankan kadar klorofil lebih tinggi dibandingkan suhu di atas 60°C. Itulah sebabnya produk minuman spirulina premium sering diolah dengan teknologi low-temperature drying agar pigmennya tetap stabil. Selain klorofil, spirulina juga kaya fikosianin, pigmen protein biru yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi tinggi (Abdelkhalek et al., 2020). Kombinasi dua pigmen ini menjadikan spirulina bukan sekadar pewarna alami, tapi juga bahan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan.

Pigmen yang Tidak Sekadar Warna

Klorofil, baik dalam matcha maupun spirulina adalah pigmen dengan fungsi fisiologis dan estetika sekaligus. Dari sisi kesehatan, Aminah et al. (2018) menunjukkan bahwa klorofil berperan dalam meningkatkan kadar hemoglobin dan menetralkan radikal bebas. Sementara secara visual, klorofil menjadi dasar tren clean label yang merupakan pergeseran industri pangan menuju pewarna alami yang aman dan berkelanjutan.

Dalam produk olahan, klorofil sering diubah menjadi bentuk klorofilin, yakni senyawa turunan yang lebih stabil terhadap panas dan asam (Sari et al., 2021). Bentuk ini umum digunakan dalam minuman, es krim herbal, atau makanan fungsional hijau yang kini semakin populer.

Dalam setiap tegukan matcha atau spirulina, kita sebenarnya sedang merasakan kerja alam yang luar biasa. Sinar matahari yang diubah menjadi warna, energi, dan kehidupan. Klorofil bukan sekadar pigmen hijau ia adalah simbol keseimbangan antara alam dan manusia. Di dunia yang serba buatan, hijau ini mengingatkan kita bahwa keindahan sejati masih berakar pada hal yang paling alami.

Sumber:

Abdelkhalek, A., Desouky, S. E., El-Mogy, M. M., dan El-Saadony, M. T. 2020. Biochemical and Nutritional Properties of Spirulina. Journal of Applied Phycology. Vol. 32(2): 425–437.

Aminah, S., Widodo, A., dan Hartati, R. S. 2018. Aktivitas Antioksidan dan Efek Kesehatan Klorofil dalam Pangan. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Vol. 19(2): 89–96.

Lestari, I. A., Widianingrum, R., dan Mulyani, T. 2021. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Pigmen Spirulina platensis. Universitas Gadjah Mada Repository.

Sari, D. P., Nugraheni, M., dan Astuti, D. (2021). Stabilitas Klorofilin sebagai Pewarna Alami pada Produk Pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 9(3): 152–160.

Wulandari, A., dan Putri, N. M. 2022. Potensi Teh Hijau sebagai Sumber Antioksidan Alami. Jurnal Gizi dan Pangan Indonesia. Vol. 17(1): 44–53.

Yamaguchi, Y., Matsumoto, H., dan Nakagawa, K. 2018. Effect of shading treatment on chlorophyll content and color of green tea leaves. Food Chemistry. Vol. 24(8): 190–196.

Yustikasari, R. 2022. Total Klorofil Produk Spirulina Selama Proses Produksi dan Waktu Panen yang Berbeda. Skripsi, IPB University.

Penulis: Kalina Denara Putri, Teknologi Pangan 2024, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa