Bayangkan lagi makan nasi hangat, lalu kamu ambil sepotong kerupuk dan menggigitnya. Kriuk! Suara renyah itu langsung bikin suasana makan jadi lebih seru, kan? Rasanya ada yang kurang kalau makan tanpa kerupuk kayak sayur tanpa garam. Tapi pernah nggak kamu mikir, kenapa kerupuk bisa jadi begitu renyah dan ringan? Apa yang bikin ia bisa mengembang saat digoreng, padahal awalnya hanya adonan tepung biasa? Jawabannya ada pada drama kecil di dapur yang melibatkan sains: gelatinisasi pati.
Pati adalah cadangan karbohidrat yang tersimpan dalam umbi dan biji-bijian. Dalam kerupuk, biasanya digunakan pati dari singkong dalam bentuk tepung tapioka. Kenapa tapioka? Karena kandungan amilopektinnya tinggi, sehingga adonan kerupuk lebih kenyal dan hasil gorengannya bisa mengembang dengan sempurna. Tanpa pati, kerupuk tidak akan memiliki tekstur ringan dan renyah yang kita kenal.
Bayangkan granula pati seperti balon kecil yang masih kempis. Ketika adonan kerupuk dikukus, balon ini mulai menyerap air, membengkak, lalu pecah. Isinya amilosa dan amilopektin keluar dan berubah menjadi gel lengket. Inilah proses yang disebut gelatinisasi. Dari tepung biasa, adonan kerupuk pun bertransformasi menjadi massa kenyal yang siap dijadikan kerupuk.
Setelah dikukus, adonan dipotong tipis dan dijemur hingga kering. Di sinilah “sihir” gelatinisasi disimpan rapat-rapat. Kerupuk kering tampak biasa saja, tapi sebenarnya ia sudah menyimpan potensi untuk mengembang. Begitu masuk ke minyak panas, sisa air di dalamnya mendidih dan berubah jadi uap. Uap ini mendorong lapisan pati yang sudah tergelatinisasi, membentuk rongga-rongga kecil yang membuat kerupuk mekar seketika. Hasilnya? Bunyi kriuk yang bikin nagih.
Tanpa gelatinisasi, kerupuk tidak akan pernah bisa jadi renyah. Adonan akan tetap padat, air sulit keluar, dan kerupuk gagal mengembang. Jadi, bisa dibilang setiap gigitan kerupuk adalah bukti nyata bagaimana sains pangan bekerja di balik layar.
Kerupuk bukan hanya soal kriuk. Ia adalah bukti nyata bahwa makanan sederhana bisa menyimpan cerita panjang baik dari sisi budaya maupun sains. Dari tepung singkong yang kaya pati, melalui proses pengukusan, penjemuran, hingga penggorengan, lahirlah kerupuk yang menemani hampir setiap hidangan di Indonesia.
Jadi lain kali ketika kamu mencelupkan kerupuk ke sambal atau mendengar kriuknya menemani sepiring nasi, ingatlah: itu bukan sekadar camilan. Itu adalah hasil kerja pati yang mengalami gelatinisasi sebuah “sulap ilmiah” sederhana yang membuat kerupuk begitu istimewa.
Sumber :
Hendrikayanti, R. H., Fahmi, A. S., & Kurniasih, R. A. 2022. Optimasi waktu pengukusan dan suhu penggorengan kerupuk ikan patin menggunakan response surface methodology. JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research), 6(1), 78-90.
Kusuma, T. D., Suseno, T. I. P., & Surjoseputro, S. 2013. Pengaruh proporsi tapioka dan terigu terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik kerupuk berseledri. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi (Journal of Food Technology and Nutrition), 12(1), 17-28.
Pakpahan, N., & Nelinda, N. 2019). Studi karakteristik kerupuk: pengaruh komposisi dan proses pengolahan. Jurnal Teknologi Pengolahan Pertanian, 1(1), 28-38.
Penulis: Kalina Denara Putri, Teknologi Pangan 2024, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa