Ketika mendengar kata radiasi, banyak orang langsung membayangkan sesuatu yang menakutkan, seolah-olah berhubungan dengan hal yang berbahaya. Padahal, di balik istilah tersebut, ada sebuah teknologi yang jarang terlihat prosesnya, tetapi berperan penting dalam menjaga keamanan makanan. Teknologi itu adalah iradiasi pangan, sebuah metode modern yang sering kali tidak disadari keberadaannya oleh konsumen. Banyak orang tidak mengetahui bahwa proses ini sebenarnya sudah menjadi bagian dari sistem pengolahan pangan di berbagai negara. Proses ini tidak melibatkan pemanasan atau bahan kimia tambahan, sehingga karakter alami pangan tetap terjaga. Dalam banyak kasus, iradiasi menjadi alternatif yang lebih bersih dan lebih efisien dibandingkan metode pengawetan konvensional.

Apa itu Iradiasi Pangan?

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Iradiasi pangan merupakan proses penyinaran bahan makanan menggunakan energi seperti sinar gamma, sinar-X. atau penyinaran dengan elektron. Energi ini tidak bertujuan untuk memasak atau mengubah tekstur makanan. Energi hanya melewati bahan pangan dan bekerja pada bagian paling kecil dari mikroorganisme. DNA bakteri, jamur, atau serangga menjadi rusak sehingga tidak mampu berkembang biak lagi, dan secara otomatis risiko kontaminasi pun akan menurun.

Pada praktiknya, iradiasi dilakukan dengan dosis tertentu sesuai tujuan, misalnya untuk menghambat pertunasan, mengurangi mikroba, atau membasmi hama. Produk yang umum disinari mencakup rempah, buah untuk ekspor, herbal kering, hingga beberapa produk hewani. Ketidakmampuannya untuk memengaruhi rasa maupun bentuk membuah iradiasi menjadi metode yang efektif untuk mempertahankan kualitas makanan tanpa proses yang ekstrem.

Apakah Iradiasi Aman?

Kata “radiasi” sering menimbulkan keraguan, tetapi iradiasi pangan telah dinyatakan aman oleh lembaga internasionsal seperti WHO, FAO, dan IAEA. Makanan yang disinari tidak berubah menjadi radioakti, karena energi yang digunakan tidak cukup kuat untuk mengubah inti atom bahan makanan. Energi tersebut hanya melewati pangan lalu menghilang, tanpa tersimpan di dalamnya. Prinsipnya mirip dengan rontgen di rumah sakit, di mana tubuh disinari dengan gelombang radiasi berenergi tinggi tetapi tidak berubah menjadi sumber radiasi.

Selain itu, penggunaan iradiasi diawasi oleh regulasi yang sangat ketat. Setiap fasilitas harus memiliki izin khusus dan mengikuti standar keamanan internasional terkait dosis, jenis sinar, dan tujuan penggunaannya. Banyak negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa telah mengizinkan penggunaan iradiasi untuk berbagai komoditas pangan. Jika teknologi ini berbahaya, tentu tidak akan mendapatkan pengakuan seluas itu.

Mengapa Teknologi Ini Jarang Dibicarakan

Salah satu alasan utama iradiasi jarang dibahas adalah karena kesan menakutkan yang melekat pada kata “radiasi”. Masyarakat cenderung membayangkan sesuatu yang berbahaya atau berkaitan dengan nuklir, sehingga enggan mencari tahu lebih jauh. Padahal, iradiasi pangan bekerja dengan cara yang sangat berbeda dan justru termasuk salah satu teknologi paling aman dalam pengolahan pangan modern.

Selain itu, proses iradiasi terjadi di fasilitas khusus dan tidak terlihat langsung oleh konsumen. Teknologi ini bekerja di balik layar sehingga konsumen tidak pernah benar-benar bersentuhan dengannya. Banyak produk yang telah melalui iradiasi tetap terlihat dan terasa sama, sehingga konsumen tidak menyadari bahwa teknologi tersebut berperan besar dalam memastikan keamanan produk yang mereka konsumsi.

Menyambut Masa Depan Pangan yang Lebih Aman

Di tengah tantangan seperti kontaminasi mikroba, penyimpanan jarak jauh, serta tingginya kebutuhan ekspor, iradiasi menjadi teknologi yang sangat relevan. Penyinaran terkontrol membuat bahan pangan lebih siap menghadapi perjalanan panjang hingga sampai ke tangan konsumen. Teknologi ini membantu menjaga keamanan pangan tanpa menambahkan bahan pengawet yang tidak diperlukan.

Ke depannya, iradiasi memiliki potensi besar untuk menjadi bagian penting dalam sistem pangan global. Teknologi ini dapat membantu mengurangi food waste, mendukung standar karantina internasional, dan memperluas peluang ekspor bagi negara seperti Indonesia. Makanan yang disinari tetaplah makanan yang sama, hanya saja lebih aman, lebih bersih, dan lebih tahan lama.

Penulis: Najwa Nur Annisa – Mahasiswa Teknologi Pangan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa