Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) memiliki peran penting dalam membentuk dinamika sosial dan politik di Indonesia. Sebagai wadah partisipasi masyarakat, ORMAS idealnya menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi, memperjuangkan kepentingan publik, serta mengawal kebijakan pemerintah agar tetap berpihak kepada rakyat. Namun, belakangan ini eksistensi ORMAS kerap menimbulkan kontroversi, terutama ketika sebagian di antaranya mulai bertindak di luar batas hukum dan mengancam ketertiban umum.
Secara normatif, keberadaan ORMAS dijamin oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-undang ini menegaskan bahwa ORMAS harus tunduk pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar ideologi bangsa. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua ORMAS beroperasi sesuai koridor hukum dan nilai-nilai kebangsaan. Beberapa di antaranya justru menjadi alat mobilisasi massa, menebar ujaran kebencian, bahkan terlibat dalam tindakan kekerasan atas nama ideologi atau kepentingan tertentu.
Lalu, apakah Ormas masih menjadi bagian dari penguatan demokrasi, atau justru menjadi ancaman bagi stabilitas sosial?
ORMAS yang sehat dan konstruktif akan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan. Mereka menjadi mitra strategis pemerintah dalam menciptakan kontrol sosial, memberdayakan komunitas, serta menyuarakan kelompok rentan yang kerap terpinggirkan. Sayangnya, ketika ORMAS tidak memiliki sistem kaderisasi yang baik, kurang transparan dalam pengelolaan, serta menjadikan kekuasaan sebagai tujuan utama, maka yang terjadi adalah konflik horizontal yang justru merugikan masyarakat itu sendiri.
Dalam beberapa kasus, ORMAS cenderung menjadi eksklusif dan membangun sekat-sekat sosial berdasarkan agama, suku, atau ideologi. Hal ini menciptakan polarisasi yang tajam dan mengikis semangat persatuan. Padahal, dalam konteks negara majemuk seperti Indonesia, semangat gotong royong dan toleransi adalah fondasi utama dalam menjaga keutuhan bangsa.
Pemerintah memiliki tugas penting untuk menertibkan ORMAS yang tidak taat hukum tanpa mengabaikan hak masyarakat untuk berserikat dan menyampaikan pendapat. Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih. Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih kritis dalam memilih dan mendukung ORMAS yang benar-benar memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan, bukan hanya kepentingan kelompok semata.
Sebagai bagian dari sistem demokrasi, ORMAS seharusnya mampu menjadi jembatan antara rakyat dan negara. Keberadaannya dapat memperkuat partisipasi publik, asalkan dijalankan dengan integritas, akuntabilitas, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Jika dikelola dengan baik, ORMAS bisa menjadi kekuatan moral yang mengawal jalannya demokrasi. Namun jika dibiarkan bebas tanpa pengawasan, mereka justru berpotensi menjadi sumber konflik baru di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengawasan, dan edukasi terhadap ORMAS menjadi sangat penting demi menciptakan tatanan masyarakat yang damai, adil, dan sejahtera