Food borne disease merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius dan sering terjadi di berbagai negara, baik berkembang maupun maju. Penyakit ini muncul akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, parasit, maupun zat kimia berbahaya dan benda asing. Kontaminasi tersebut dapat terjadi pada berbagai tahap dalam rantai pangan, mulai dari produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian makanan. Faktor-faktor seperti sanitasi yang buruk, penanganan makanan yang tidak higienis, suhu penyimpanan yang tidak sesuai, serta kurangnya pengetahuan tentang keamanan pangan menjadi penyebab utama terjadinya food borne disease. Dampak penyakit ini sangat beragam, mulai dari gangguan pencernaan ringan hingga komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem imun lemah.
Penyebab utama food borne disease adalah mikroorganisme patogen seperti Salmonella, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, dan Staphylococcus aureus yang sering ditemukan dalam makanan yang tidak diolah atau disimpan dengan benar. Selain itu, virus seperti Norovirus dan Hepatitis A serta parasit juga dapat menjadi penyebab. Kontaminasi kimiawi seperti residu pestisida, logam berat, dan toksin jamur juga berkontribusi pada risiko penyakit bawaan makanan. Faktor penyebab ini sering diperparah oleh kurangnya pengawasan terhadap standar keamanan pangan dan minimnya edukasi tentang praktik pengolahan makanan yang aman. Kondisi ini memungkinkan makanan yang tidak aman tetap beredar dan dikonsumsi, sehingga meningkatkan risiko terjadinya wabah food borne disease.
Dalam konteks pencegahan dan pengendalian food borne disease, analisis pangan memegang peranan sangat penting dan strategis. Analisis pangan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kontaminan biologis, kimia, dan fisik dalam sampel makanan, lingkungan produksi, serta spesimen klinis pasien. Dengan analisis yang akurat, jenis dan tingkat kontaminasi dapat diidentifikasi sehingga langkah pengendalian yang tepat dapat segera diambil, seperti penarikan produk terkontaminasi dari peredaran dan pemberian peringatan kepada masyarakat. Selain itu, analisis pangan berfungsi sebagai alat surveilans yang memantau keamanan pangan secara berkelanjutan dan membantu mengidentifikasi tren serta pola kejadian penyakit, sehingga potensi wabah dapat dideteksi lebih awal dan diantisipasi.
Hasil analisis pangan menjadi dasar ilmiah bagi pemerintah dan lembaga terkait dalam menyusun kebijakan, regulasi, dan standar keamanan pangan yang ketat. Hal ini penting untuk menjaga mutu produk dan melindungi kesehatan masyarakat. Analisis pangan juga mendukung investigasi epidemiologi untuk menelusuri sumber wabah dan menentukan titik kritis dalam rantai pangan yang perlu diperbaiki. Selain itu, data dari analisis pangan dapat digunakan untuk program edukasi dan pelatihan, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pelaku usaha serta konsumen tentang pentingnya keamanan pangan dan perilaku pencegahan food borne disease. Dengan demikian, analisis pangan bukan hanya alat deteksi, tetapi juga pilar utama dalam sistem manajemen keamanan pangan yang komprehensif, yang pada akhirnya dapat menekan angka kejadian food borne disease dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk pangan.
Analisis pangan berperan sebagai fondasi utama dalam upaya ini, mulai dari deteksi dini, pengawasan, investigasi, hingga pengambilan kebijakan. Kombinasi antara penerapan prinsip higiene, edukasi masyarakat, pengawasan ketat, dan pemanfaatan hasil analisis pangan secara optimal akan menciptakan sistem pangan yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas secara luas
Penulis: Elsa Fidhela Azahra – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa