Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (NFA), Sarwo Edhy, mengungkapkan bahwa penurunan 12% dalam jumlah daerah rentan pangan ini merupakan hasil dari sinergi dan kolaborasi lintas sektor. Namun, pertanyaannya adalah, apakah penurunan ini cukup untuk menjamin ketahanan pangan yang berkelanjutan?
Salah satu isu utama yang perlu diperhatikan adalah bahwa meskipun angka kerawanan pangan menurun, prevalensi kekurangan gizi di tingkat individu masih menjadi masalah. Angka Prevalence of Undernourishment (PoU) tercatat turun menjadi 8,58% dari sebelumnya 10,21%. Ini menunjukkan bahwa masih ada segmen masyarakat yang tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap pangan bergizi.
Jennifer Kim Rosenzweig, Country Director World Food Programme (WFP), menekankan pentingnya data yang akurat dan kolaborasi yang berkelanjutan antara pemerintah dan organisasi internasional untuk mengatasi kerawanan pangan. Namun, tantangan dalam pengumpulan data yang tepat dan implementasi program-program yang efektif tetap menjadi hambatan.
Lebih jauh lagi, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi NFA, Nyoto Suwignyo, menyatakan bahwa FSVA harus dimanfaatkan untuk memenuhi hak atas pangan masyarakat. Program Makan Bergizi Gratis yang direncanakan oleh pemerintah mendatang diharapkan dapat menjadi langkah konkret dalam memenuhi hak tersebut. Namun, implementasi program ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak hanya menjadi jargon tanpa aksi nyata.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada angka-angka statistik, tetapi juga pada kualitas dan aksesibilitas pangan. Kebijakan yang mengintegrasikan hak atas pangan dalam semua program dan kebijakan sistem pangan harus menjadi prioritas.
Dengan tema Hari Pangan Sedunia 2024 yang mengusung “Hak Atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik”, harapan akan masa depan yang lebih baik dalam ketahanan pangan di Indonesia harus diiringi dengan tindakan nyata. Masyarakat, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan harus bersatu untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang sama terhadap pangan yang bergizi dan aman.
Ketahanan pangan bukan hanya tentang angka, tetapi tentang kehidupan. Dengan kolaborasi yang kuat dan komitmen yang berkelanjutan, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi semua.
Penulis : Marchella Aryanti Safitri
Prodi Ilmu Komunikasi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa