Tidak ada yang bisa menandingi kelezatan gorengan hangat di pinggir jalan. Harganya murah, rasa renyah, dan bisa ditemukan di hampir setiap sudut kota. Namun, di balik semua kelezatan itu, tersembunyi satu bahan yang sering kali luput dari perhatian: minyak goreng bekas atau minyak jelantah. Digunakan berkali-kali demi menekan biaya produksi, minyak ini bisa menjadi sumber senyawa berbahaya bagi tubuh manusia, terutama karena tingginya kadar asam lemak bebas (ALB) yang terkandung di dalamnya.
Apa yang Terjadi Saat Minyak Dipakai Berulang?
Minyak goreng yang dipanaskan berulang kali mengalami perubahan struktur kimia. Trigliserida, komponen utama dalam minyak, akan pecah dan membentuk asam lemak bebas. Proses ini juga menghasilkan senyawa seperti peroksida, aldehida, dan akrolein yang bersifat toksik. Secara kasat mata, minyak jelantah dapat dikenali dari warna yang menghitam, tekstur yang kental, dan bau tengik yang menyengat. Namun, bahayanya tidak hanya terlihat dari penampilan. Kandungan ALB yang tinggi merupakan tanda bahwa minyak tersebut sudah tidak aman digunakan.
Bahaya Asam Lemak Bebas dalam Tubuh
Asam lemak bebas dalam kadar tinggi dapat mengiritasi lambung dan usus, mengganggu metabolisme, dan mempercepat pembentukan radikal bebas dalam tubuh. Kondisi ini bisa memperparah penyakit kronis seperti kolesterol tinggi, hipertensi, hingga meningkatkan risiko kanker. Lebih mengkhawatirkan lagi, makanan yang digoreng dengan minyak jelantah bisa menyebabkan stress oksidatif yakni ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh yang menjadi pemicu utama berbagai penyakit degeneratif.
Apakah Minyak Jelantah dan Asam Lemak Bebas Perlu Untuk Dianalisis?
Analisis kadar ALB penting dilakukan untuk menilai apakah minyak masih layak digunakan. Metode yang paling umum dan sederhana adalah titrasi basa menggunakan larutan NaOH, yang bisa dilakukan di laboratorium. Dengan mengetahui kadar ALB, pelaku usaha dapat memutuskan kapan minyak harus diganti, dan regulator dapat menentukan ambang batas penggunaan minyak di industri makanan. Menurut SNI, kadar ALB maksimal yang diperbolehkan pada minyak bekas adalah 1%. Sayangnya, di lapangan, minyak yang digunakan oleh banyak UMKM bisa mencapai 2–3% atau lebih.
Cegah Bahaya, Mulai dari Minyak yang Kita Pakai Sendiri: Bagaimana Mencegah Penggunaan Minyak Jelantah yang Berulang-ulang?
Solusi dimulai dari edukasi. Pelaku usaha mikro perlu diberi pemahaman tentang bahaya minyak jelantah, sekaligus dibantu untuk mendapatkan minyak baru dengan harga terjangkau. Pelaku usaha dapat mengganti minyak setelah 3–4 kali pemakaian maksimal, kemudian menggunakan minyak berkualitas tinggi dengan titik asap tinggi. Program tukar minyak jelantah dengan minyak baru, atau subsidi khusus untuk UMKM kuliner, bisa menjadi jalan tengah antara hemat dan sehat. Di sisi lain, konsumen juga harus lebih cermat memilih makanan, misalnya menghindari gorengan yang terlihat terlalu gelap atau berminyak berlebih. Sebab pada akhirnya, apa yang kita makan adalah pilihan kita dan kesehatan selalu lebih mahal dari sekadar satu potong gorengan.
Nama: Ayu Angelika Novianti Sitinjak
NIM: 4444220086
Kelas: 4C