Telur merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki gizi tinggi. Telur banyak diminati oleh masyarakat karena harganya terjangkau, mudah diolah, dan bisa menjadi sumber protein berkualitas tinggi. Namun, di balik kesederhanaannya, muncul satu perdebatan menarik: lebih baik makan telur setengah matang atau telur matang sempurna?
Sebagian orang percaya telur setengah matang lebih bergizi karena kandungan nutrisinya belum banyak berubah akibat proses pemanasan. Sementara itu, sebagian lain lebih memilih telur matang sempurna karena dianggap lebih aman untuk dikonsumsi. Lalu, mana yang sebenarnya lebih baik?
Peran Evaluasi Nilai Gizi dalam Menentukan Pilihan
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai evaluasi nilai gizi. Evaluasi nilai gizi adalah proses untuk mengetahui jenis dan kandungan zat gizi dalam suatu bahan pangan, serta melihat bagaimana pengolahan dapat memengaruhi kandungan gizi dari pangan tersebut (Wijnindyah et al., 2022). Melalui evaluasi ini, kita bisa mengetahui seberapa banyak zat gizi yang benar-benar dapat diserap tubuh setelah bahan pangan dikonsumsi.
Dalam kasus telur, proses pemanasan memegang peranan penting. Telur setengah matang memang masih menyimpan protein dalam bentuk aslinya, namun justru karena belum terdenaturasi, tubuh lebih sulit mencernanya. Sebaliknya, pada telur matang, pemanasan membantu mengubah struktur protein sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Menurut Silalahi et al. (2020), pemanasan protein dapat menyebabkan reaksi denaturasi, yaitu perubahan struktur molekul tanpa memutuskan ikatan peptida. Proses ini tidak menghilangkan nilai gizi protein, bahkan dapat meningkatkan daya cernanya. Oleh karena itu, protein dalam telur matang justru lebih mudah diserap tubuh dibandingkan telur setengah matang.
Telur Matang, Pilihan Aman Tanpa Risiko
Selain kandungan gizinya, keamanan pangan juga perlu diperhatikan. Telur yang tidak dimasak sempurna berisiko mengandung bakteri Salmonella, terutama jika penyimpanan telur kurang higienis. Infeksi bakteri ini bisa menyebabkan mual dan muntah, diare, dan demam, terutama pada anak-anak dan lansia (Velina et al., 2019). Telur matang menjadi pilihan yang lebih aman karena proses pemanasan dapat membunuh bakteri Salmonella yang mungkin ada. Jadi, memilih telur matang bukan hanya soal rasa, tapi juga langkah sederhana untuk menjaga tubuh tetap sehat.
Kesimpulan
Melalui evaluasi nilai gizi, kita tahu bahwa telur matang memiliki protein yang lebih mudah dicerna dan lebih aman dikonsumsi karena bebas dari risiko bakteri. Jadi, memilih telur matang adalah langkah sederhana untuk mendapatkan manfaat gizi maksimal sekaligus menjaga kesehatan tubuh.
Daftar Pustaka:
Silalahi, H., Susanti, S., & Anisatun, H. Analisis Kadar Protein Kuning Telur Ayam Kampung (Gallus Domesticus) Dengan Cara Pemasakan yang Berbeda. Jurnal Kesehatan Masyarakat Veteriner BPMSPH, 7(1), 62-65.
Velina, Y., Budiman, H., & Puspitawati, L. (2019). Salmonella Spp: Identifikasinya Pada Telur Ayam Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 10(1), 29-37.
Wijnindyah, A., Julianti, E., Budaraga, I. K., Priyadi, S., Astuti, S. D., Muliani, Albaar, N., Arafah, E., & Nurhayati. (2024). Evaluasi Gizi Hasil Pertanian. Padang: CV HEI Publishing Indonesia.
Penulis: Rini Fitriani – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa






