Banyak orang kini semakin sadar akan pentingnya pola makan sehat. Salah satu prinsip yang banyak dianut adalah memilih makanan dalam bentuk paling alami, alias minim proses. Karena alasan itu, tidak sedikit orang yang lebih suka mengonsumsi kacang-kacangan mentah, seperti almond, mede, atau kenari, langsung dari kemasannya.

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Anggapannya, kacang mentah dianggap lebih bergizi karena belum melalui proses pemanasan yang disebut-sebut bisa merusak kandungan nutrisinya.

Namun, tahukah Anda bahwa ada sisi lain dari kebiasaan makan kacang mentah yang jarang dibicarakan?

Kacang Bukan Sekadar Camilan, Tapi Juga Benih

Sebelum menjadi makanan, kacang-kacangan sebenarnya adalah biji atau benih tanaman. Seperti halnya biji pada umumnya, kacang juga memiliki sistem perlindungan alami agar bisa bertahan hidup sampai waktunya tumbuh menjadi tanaman baru.

Salah satu bentuk perlindungan itu adalah keberadaan senyawa tertentu yang disebut anti- nutrisi.

Anti-nutrisi bukan berarti zat beracun atau berbahaya bagi tubuh. Namun, senyawa ini bisa mengganggu proses penyerapan nutrisi dalam sistem pencernaan manusia. Beberapa jenis anti- nutrisi yang umum ditemukan pada kacang-kacangan antara lain fitat (phytic acid), tanin, dan inhibitor enzim pencernaan seperti tripsin inhibitor.

Fungsinya adalah untuk mencegah biji dikonsumsi sepenuhnya oleh hewan atau mikroorganisme sebelum sempat tumbuh. Tapi, saat kita mengonsumsinya dalam kondisi mentah, zat-zat ini justru bisa menghambat tubuh menyerap nutrisi penting yang seharusnya kita peroleh dari kacang tersebut.

Nutrisi Terbuang Percuma?

Kacang dikenal sebagai sumber protein nabati, lemak sehat, serat, serta berbagai vitamin dan mineral penting, seperti magnesium, zinc, dan vitamin E. Tapi saat dikonsumsi dalam kondisi mentah, sebagian kandungan gizi tersebut bisa saja tidak terserap secara optimal.

Hal ini disebabkan oleh kerja anti-nutrisi yang mengikat mineral dan menghambat enzim pencernaan. Akibatnya, tubuh tidak bisa memecah dan menyerap protein dan mineral dengan maksimal. Nutrisi yang seharusnya memberi manfaat bagi tubuh justru lewat begitu saja dalam sistem pencernaan dan terbuang.

Padahal, tujuan awal mengonsumsi kacang mentah adalah untuk mendapatkan manfaat gizi yang lebih utuh. Tapi jika tubuh tidak bisa menyerap nutrisinya, tentu manfaat itu jadi kurang optimal.

Cara Sederhana untuk Mengoptimalkan Manfaat Kacang

Kabar baiknya, Anda tidak perlu meninggalkan kacang-kacangan atau takut mengonsumsinya. Ada cara mudah yang bisa dilakukan untuk mengurangi kadar anti-nutrisi dan membuat kacang lebih mudah dicerna, yaitu merendam dan memanaskan.

Merendam kacang dalam air selama beberapa jam—idealnya 6–12 jam, atau semalaman— dapat membantu menonaktifkan sebagian besar senyawa anti-nutrisi. Selain itu, teknik memanggang atau menyangrai (panggang tanpa minyak) dengan suhu sedang juga terbukti efektif untuk meningkatkan kecernaan kacang dan membuat rasa kacang lebih gurih.

Dengan proses ini, protein dan mineral yang terkandung di dalam kacang akan lebih mudah diserap oleh tubuh. Tidak hanya itu, kacang yang sudah direndam atau dipanggang juga cenderung lebih mudah dicerna dan lebih ramah untuk sistem pencernaan, terutama bagi orang yang sensitif.

Tidak Perlu Takut, Hanya Perlu Bijak

Ini bukan berarti kacang mentah berbahaya atau harus dihindari. Namun, dengan sedikit perlakuan sederhana sebelum dikonsumsi, kita bisa memperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari camilan sehat ini.

Banyak budaya tradisional di berbagai negara sudah sejak lama menerapkan cara-cara ini secara turun-temurun. Kini, dengan semakin mudahnya akses informasi, tidak ada salahnya kita ikut mengadopsi kebiasaan baik tersebut.

Kesimpulannya, jika ingin mendapatkan manfaat maksimal dari kacang-kacangan, pertimbangkan untuk merendam atau memanggangnya terlebih dahulu. Langkah kecil ini bisa memberikan dampak besar bagi penyerapan nutrisi oleh tubuh Anda.

Toh, jika tujuannya adalah hidup lebih sehat, mengolah makanan dengan cara yang lebih bijak adalah salah satu langkah penting yang bisa kita lakukan.

Penulis: Aliya Fakhrun Nisa – Teknologi Pangan/Universitas Sultan Ageng Tirtayasa=