Sebagian besar dari kita tumbuh dengan keyakinan sederhana, bahwa vitamin D berasal dari matahari. Setiap kali berada di luar ruangan, kita merasa telah “me-recharge” stok vitamin penting ini hanya dengan cara berjemur. Namun nyatanya, matahari bukanlah sumber vitamin D. Sinar matahari tidak bisa menjadi vitamin D dan tidak bisa memberikan vitamin D. Ia hanyalah pemantik, sementara tubuh kitalah yang bertindak sebagai pusat produksinya. Di balik permukaan kulit, terdapat sejumlah proses kimia menakjubkan yang jarang dibicarakan.

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Selama ini, anggapan terkait vitamin D bersumber dari sinar matahari merupakan pemahaman yang umum, meskipun sebenarnya kurang tepat. Faktanya, kulit mengandung senyawa bernama 7-dehidrokolesterol (7-DHC) yang merupakan bahan baku utama pembentukan vitamin D. Ketika kulit terkena sinar ultraviolet B (UVB), senyawa 7-dehidrokolesterol akan mengalami perubahan struktur dan berubah menjadi previtamin D3, yang selanjutnya menjadi vitamin D3 (kolekalsiferol). Singkatnya, bukan matahari yang memberi vitamin D kepada tubuh kita, matahari seakan-akan hanya menyalakan tombol “ON” agar kulit mulai memproduksinya.

Sumber: Dominguez et al. (2021)

Proses ini tidak hanya berakhir di kulit, selanjutnya vitamin D3 dibawa menuju hati dan akan diubah menjadi bentuk yang lebih aktif sebagian (kalsifediol atau kalsidiol). Kemudian, ginjal menyempurnakannya ke bentuk aktif penuh, yaitu kalsitriol, yang berperan dalam pengaturan metabolisme kalsium, kesehatan tulang, dan juga mendukung sistem imun. Tanpa proses yang panjang ini, vitamin D tidak akan bisa digunakan oleh tubuh. Analogi sederhananya yaitu kulit menyediakan tempat produksinya, sinar matahari menyediakan energinya, dan organ dalam menyelesaikan produk akhirnya.

Pemahaman ini sangat penting karena masih banyak orang yang salah paham terkait kebutuhan berjemur di bawah sinar matahari. Beberapa orang menghabiskan waktu lama berjemur dengan berharap bisa mendapatkan vitamin D, namun paparan berlebihan terhadap sinar matahari dapat meningkatkan risiko kerusakan kulit. Di sisi lain, banyak orang yang defisiensi vitamin D meskipun mereka tinggal di negara-negara tropis seperti Indonesia. Gaya hidup di dalam ruangan, penggunaan sunscreen yang berlebihan, dan kurangnya paparan UVB yang memadai dapat mengganggu proses sintesis vitamin D.

Selain mengandalkan sinar UVB, kita juga dapat memperoleh vitamin D dari makanan, seperti ikan berlemak (misalnya salmon dan sarden), kuning telur, hati, dan produk makanan fortifikasi. Suplemen vitamin D juga menjadi pilihan yang aman bagi kelompok tertentu, seperti ibu hamil, lansia, atau mereka yang jarang terpapar sinar matahari. Pengetahuan perihal bagaimana tubuh memproduksi vitamin D menjadikan kita lebih bijak dalam menjaga kesehatan. Berjemur tidak perlu berlama-lama, cukup beberapa menit, dan yang paling penting, kita tahu bahwa tubuh kita merupakan sistem biologis yang luar biasa cerdas, dimana ia mampu menjalankan reaksi kimia kompleks hanya dari sentuhan cahaya.

SUMBER

Dominguez, L. J., Farruggia, M., Veronese, N., & Barbagallo, M. (2021). Vitamin D sources, metabolism, and deficiency: available compounds and guidelines for its treatment. Metabolites, 11(4), 255.

PENULIS: Wanda A Aliah Zahro – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa